Pembahasan RUU BPJS Apindo Nilai Pemerintah Tidak Konsisten

Pembahasan RUU BPJS Apindo Nilai Pemerintah Tidak Konsisten

Jakarta, Jumat 01 Juli 2011, Suara Karya -
Jumat, 1 Juli 2011
JAKARTA (Suara Karya): Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah dan DPR fokus pada pembentukan satu badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) baru untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.

Di sisi lain, pemerintah harus mempertahankan keberlangsungan empat BPJS yang ada saat ini, khususnya PT Jamsostek (Persero).

Ketua Umum DPP Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, pemerintah dan DPR harus realistis dalam melaksanakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN). Khusus untuk pekerja di perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN), tetap berjalan seperti biasa dikelola PT Jamsostek, meski diperlukan adanya peningkatan manfaat kepesertaan.

Sejak awal, pemerintah dan DPR kan memprioritaskan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tak mampu melalui program jaminan sosial. Jika prioritasnya demikian, maka pemerintah dan DPR hendaknya membentuk satu BPJS baru untuk melaksanakan program tersebut, katanya dalam acara jumpa pers Apindo terkait RUU BPJS di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, saat ini, pemerintah dan DPR sedang membahas RUU BPJS dan mengerucut akan membentuk dua BPJS baru dengan melebur/mentransformasi empat BPJS, yang meliputi PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri, dan PT Taspen.

Sofjan lantas meminta pemerintah dan DPR tidak mengutak-atik empat BPJS yang ada itu, khususnya PT Jamsostek. Apalagi sampai menambah beban iuran kepada pekerja dan pengusaha untuk program jaminan sosial. Dalam hal ini, peleburan empat BPJS hanya akan menimbulkan kontraproduktif dan dampak negatif bagi kalangan pekerja.

Sementara itu, Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengingatkan, dari segi program, SJSN yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 masih belum jelas. Masih ada ambiguitas tentang bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin dan tidak mampu, sementara pekerja dan pengusaha membayar iuran untuk program jaminan sosial.

Untuk itu, Hariyadi meminta agar pemerintah menjelaskan hak dan kewajiban warga negara yang akan dibantu, termasuk status masyarakat yang mampu membayar iuran, seperti pekerja dan pengusaha.

Saya justru khawatir pekerja dan pengusaha akan membayar iuran tambahan untuk menyubsidi masyarakat miskin dan tidak mampu. Padahal pekerja dan pengusaha sudah membayar pajak, tuturnya. Hariyadi juga mempertanyakan kesiapan pemerintah mengantisipasi dampak dari perubahan SJSN.

Karena itu, Hariyadi mengusulkan agar pemerintah dan DPR hanya membentuk satu BPJS baru untuk melaksanakan jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu. Iurannya menggunakan anggaran dari pemerintah yang digunakan untuk jaminan kesehatan masyarakat dan bantuan sosial lainnya.
((Andrian) )

http://www.jamsostek.co.id