Antara BUMN Asuransi, RUU BPJS, dan Pasar Modal

Antara BUMN Asuransi, RUU BPJS, dan Pasar Modal

Jumat 01 Juli 2011, Seputar Indonesia -
Jumat 01 Juli 2011
Kisruh rencana peleburan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asuransi yang terdiri atas PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) terus berlanjut. Kisruh berawal dari rencana Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ingin melebur empat BUMN asuransi tersebut menjadi dua BPJS. 

Pemerintah pun tak satu suara soal ini. Menteri BUMN Mustafa Abubakar bahkan pada 24 Juni lalu menyurati tujuh menteri sekaligus, yakni Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Sosial, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Kesehatan, Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Hukum dan HAM. Dalam surat tersebut, Mustafa tidak setuju dengan rencana transformasi empat BUMN asuransi menjadi BPJS. 

Dia mengaku sebelumnya dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah tidak terdapat pengaturan mengenai transformasi. Tidak hanya alasan legal yang dikemukakan Mustafa seperti suatu undang-undang tidak dapat menganulir aturan perundang-undangan lain, tetapi penggabungan atau peleburan hanya dapat dilakukan antar-BUMN [Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara], penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, karyawan perseroan, kreditor (termasuk peserta asuransi), dan mitra usaha (Pasal 126 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas),dan pengalihan program dan peserta memerlukan persetujuan dan/atau kesepakatan peserta (Pasal 1340 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata /KHU Perdata). 

Yang menarik lagi dari alasan yang dikemukakan Mustafa adalah pengalihan aset, program, peserta, dan kelembagaan akan menimbulkan gejolak ekonomi mengingat dana yang dikelola empat BUMN asuransi sosial sebesar lebih dari Rp190 triliun telah diinvestasikan pada beberapa portofolio deposito,saham,dan obligasi. 

Jika dikaji, pernyataan Mustafa ini akan menjadi kenyataan apabila pemegang dana di empat BUMN asuransi tersebut melakukan pengambilan dananya secara serentak.Ini sungguh mengerikan, terlebih beberapa serikat pekerja yang anggotanya menjadi peserta Jamsostek telah mengancam akan menarik dana mereka jika empat BUMN ini dilebur atau ditransformasikan menjadi BPJS.

Apabila dana Jamsostek di-rush (penarikan besar- besaran) oleh para pekerja, tidak hanya Jamsostek saja yang kolaps, tetapi juga pasar modal dan perbankan. Hal ini akan diperparah jika peserta Askes,Taspen,dan Asabri juga melakukan penarikan besarbesaran. Saat ini dana kelolaan (aset) Jamsostek sekitar Rp110 triliun, dari jumlah tersebut 97%- nya merupakan dana jaminan hari tua (JHT) yang bisa ditarik sewaktu-waktu oleh pemiliknya.

Tentu, jumlah itu bukan angka yang kecil. Terlebih, portofolio investasi Jamsostek dialokasikan ke instrumenintrumen yang bisa menggerakkan roda ekonomi. Tercatat, dana Jamsostek yang diinvestasikan di pasar saham mencapai lebih dari Rp22 triliun, obligasi Rp48,4 triliun,deposito Rp30,8 triliun, dan reksa dana Rp4,4 triliun.

Jika Jamsostek menarik dananya dari pasar saham, akan terjadi guncangan yang cukup hebat di sektor finansial.Pasalnya, para analis meyakini dari total transaksi harian di Bursa Efek Indonesia (BEI),30%-nya digerakkan oleh dana Jamsostek. Jamsostek juga disinyalir menguasai sekitar 30% sahamsaham bluechips melalui sekuritas- sekuritas yang cukup besar. 

Belum lagi jika Jamsostek menarik dananya yang ditempatkan pada deposito perbankan, tentu hal ini akan membuat likuiditas perbankan sedikit terganggu. Kita berharap, dampakdampak yang akan muncul dengan adanya transformasi atau peleburan empat BUMN asuransi tersebut dapat dipikirkan oleh Panja RUU BPJS yang saat ini tengah bekerja. 

Implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memang sangat penting untuk memberikan jaminan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia.Namun, implementasi UU SJSN seyogianya jangan merusak sistem yang sudah ada. Untuk itu, alangkah bijaknya jika BPJS baru tetap dibentuk, tetapi BUMN asuransi juga dibiarkan eksis untuk mengurusi apa yang mereka kerjakan selama ini.

BPJS baru bisa dimanfaatkan untuk mengcover rakyat miskin yang belum terlindungi jaminan sosial,khususnya jaminan kesehatan. Sementara bagi para pekerja yang belum menjadi peserta Jamsostek, ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mencari formula yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. 

Kementerian BUMN juga dituntut untuk menertibkan BUMN-BUMN yang belum menjadi peserta Jamsostek ataupun yang masih menjadi PDS (perusahaan daftar sebagian) upah maupun tenaga kerja. 

Diharapkan dengan perhatian yang penuh dari pemerintah, seperti halnya kewajiban membayar pajak, maka pada waktu yang tidak lama lagi seluruh pekerja (buruh) di Indonesia akan terlindungi asuransi sosial.
((Rahmat Baihaqi) )

http://www.jamsostek.co.id